Jalan-Jalan Sambil Baca

Istana Maimun Di Medan bag 3

Di balik Meriam Puntung, ternyata juga ada sebuah cerita yang menarik. Menurut cerita, pada zaman dahulu tepatnya pada tahun 1612, berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Aru Baru (sekarang Deli Tua). Kerajaan tersebut  dipimpin oleh tiga bersaudara bernama Mambang Diyazid, Putri Hijau, dan Mambang Sakti (Khayali).


Istana Maimun Di Medan
     bag 3




Meriam Putung

Legenda Meriam Puntung
Dibalik kemegahan Istana Maimun, ternyata menyimpan sebuah legenda yang menyertai terbentuknya istana tersebut. Jika kita keluar Istana dan berjalan ke bagian kanan Istana, terdapat bangunan tempet menyimpan sebuah meriam. Orang menyebutnya Meriam Puntung karena meriam tersebut memang tidak utuh, meriam tersebut terpotong pada bagian depannya.
Bangunan tersebut berukuran kurang lebih 12 meter persegi dan dijaga oleh penjaga yang berganti-ganti. Untuk masuk bangunan kita cukup mengeluarkan kocek Rp. 5000 setiap orang, uang tersebut sekadar sebagai uang bebersih, supaya ruangan tetap terjaga kebersihannya.
Menurut sang penjaga, banyak orang datang ke sana tidak hanya untuk melihat meriam, tetapi juga minta barakahnya. Saya agak tertegun ketika melihat air dan bunga-bunga ada di seputar meriam. Barangkali menaburkan bunga di sekeliling meriam itu sebagai salah satu cara orang-orang menghormatinya.
Di balik Meriam Puntung, ternyata juga ada sebuah cerita yang menarik. Menurut cerita, pada zaman dahulu tepatnya pada tahun 1612, berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Aru Baru (sekarang Deli Tua). Kerajaan tersebut  dipimpin oleh tiga bersaudara bernama Mambang Diyazid, Putri Hijau, dan Mambang Sakti (Khayali).
Salah satu dari mereka, yaitu Putri Hijau terkenal sangat cantik sehingga namanya dikenal masyarakat luas, mulai dari Aceh hingga ujung utara Pulau Jawa. Rupa-rupanya, Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri Hijau hingga melamarnya untuk dijadikan permaisuri. Sayang beribu sayang, lamaran Sultan Aceh ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau.
Sultan Aceh sangat marah karena penolakan tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Kesultanan Aceh kemudian menyiapkan pasukan dan memerangi Kesultanan Deli, yang waktu itu dipimpin oleh saudara tua Putri Hijau, Mambang Yazid. Kemudian, dengan menggunakan kekuatan gaib, Mambang Yazid menjelma menjadi seekor ular naga. Sementara saudara yang lain Mambang Hayali menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembak dan melawan tentara Aceh hingga akhir hayat.
Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan tersebut. Karena kecewa, Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira lima kilometer dari Kabanjahe.
Putri Hijau lantas dijadikan tawanan perang dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca untuk dibawa ke Aceh melalui Selat Malaka. Ketika kapal tiba di Ujung Jambo Aye, sebelum peti diturunkan dari kapal, Putri Hijau memohon untuk diadakan satu upacara untuknya. Putri Hijau meminta sejumlah beras dan beribu-ribu butir telur.
Permohonan Putri Hijau dikabulkan. Akan tetapi, pada saat upacara baru dimulai, tiba-tiba angin ribut yang maha dahsyat datang, disusul gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul Mambang Yazid yang telah menjelma menjadi ular naga. Dengan menggunakan rahangnya yang besar, ia mengambil peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
Cerita legenda Meriang Puntung ini dikisahkan turun-temurun dengan berbagai versi, tentu saja berikut penambahan-penambahan, sehingga semakin memberikan daya tarik tersendiri. Tidak ketinggalan bumbu bersifat magis yang kemudian mendorong orang untuk melakukan kegiatan mencari berkah pada Meriam Puntung tersebut dengan berbagai maksud dan tujuan.
Saya yang mendengarkan cerita tersebut dari penjaga Meriam Puntung pun sampai terpesona. Sebelum saya tergiur untuk meminta berkah, saya segera keluar. Terlepas dari pro dan kontra dalam menyikapi perilaku tersebut, saya hanya melihat dari sisi nilai pariwisatanya. Bagaimana pun, segala macam bentuk daya tarik dari suatu tempat atau budaya harus terus diberdayakan agar semakin membuat calon wisatawan atau backpaker penasaran dan terkesan, sehingga mereka tergerak untuk berkunjung. Tidak salah bukan membuat pengunjung terkesan? (Ali Muakhir, penikmat wisata dari Forum Penulis Bacaan Anak, tinggal di Bandung) ***
 

0 komentar:

Posting Komentar

Buku Rekomendasi

Popular Posts

Arsip

Diberdayakan oleh Blogger.

Fans Page